Open top menu
#htmlcaption1 Workshop Penulisan Karya Tulis Ilmiah Visit to School SMKN Limboro
Senin, 21 September 2020
Loa Mala'bi' Bukan Loalio (Mandar dan Mala'bi' adalah Adat, Sifat dan Sikap)

 

Foto: zuninnurmala.blogspot.com

"Loa" bukan loaloa, bukan sawuloa, bukan pula saloaloa, dibelakang "Na" maknanya menjadi lain, saloaloana, sapaupaunna (berkata keliru).

Pernyataan sebelum ini mungkin loaloa atau sawuloa, tetapi semuanya tidak untuk diteruskan sebagaimana dimaksud dalam pemahaman keliru, penempatan kata ini berbeda-beda, tergantung jenis dan apa tujuan loa (ucapan) atau kata itu dilontarkan.

Loa dipandang sebagai prinsip. Jika kata  terlontar, maka hak dari orang yang melontarkan terbunuh dengan sendirinya. Menjual kata, harga matinya para penyedia kata, termasuk Mala'bi' (mulia) yang oleh akhir-akhir ini  pengagum dunia maya menganggapnya klise, atau ketenaran kata tak bermakna, menjengkelkan dan membosankan. Pandangan ini sedianya atau seolah digelar terencana dan dibuka lebar-lebar, memancing naluri pambaca maupun pendengar untuk kemudian serius menanggapi.

Betapa tidak, kata Mala'bi' ikut campur dalam penetapan Mandar menjadi Provinsi. Begitu penting untuk ditelaah, sebab Mala'bi' ternilai dalam martabat  manusia Mandar yang beradab,  termaktub secara sah, akibatnya kita serba hati-hati dalam mengeluarkan persepsi tentangnya. Semua pasti menginginkan predikat Mala'bi' dan tidak sedikit orang yang tersinggung jika ia atau profesinya dianggap tidak Mala'bi'. Karenanya, jalan baik yang bisa diambil adalah menakar kembali slogan ini sesuai keinginan penciptanya, merumuskan kiat-kiat dalam penggunaan termasuk penulisan. Ini mungkin klise yah?

Ungkapan unik Mala'bi' dibuat dengan ketulusan tingkat tinggi, sehingga penggunanya juga harusnya punya sifat ketulusan memahami. Penyair Indonesia Husni Djamaluddin menularkan untuk kepentingan tanah air bukan kepentingan sepihak. Mala'bi' sudah final sebagai tonggak awal pembentukan karakter orang Mandar sebelum Mandar, Mandar sudah Mala'bi' sebelum Sulawesi Barat terbentuk. Itu berarti bahwa Mandar Adalah Mala'bi' sementara Mala'bi' adalah Mandar.

Mandar dan Mala'bi' sesungguhnya ialah sama, Mandar dipandang sebuah adat (aturan atau pedoman) sifat dan sikap, Mala'bi'pun juga demikian. Demikian penyebab  Baharuddin Lopa menjawab pertanyaan yang hanya mengatakan "saya to Mandar” (saya orang Mandar).  

Kiasan lopa dulu sangat pas untuk umum dan itu hanya untuk perkenalan biasa terhadap manusia di bumi yang kemungkinan arahannya semua pada pengenalan dan paham apa itu Mandar, karena tidak mungkin Lopa mengatakan " Saya To Mala'bi' (saya orang mulia) dan itu rahasia Tuhan. Mua mangakuo to Mandar Mala'bi'mo tu' u. Muaq meloo Mala'bi', melo'mo tu' u Mea' Mandar (Jika Anda mengakui diri sebagai orang Mandar, maka Anda sudah termasuk Mala’bi’. Jika Anda ingin Mala’bi’, berarti Anda siap berkarakter sebagai orang Mandar).

Ikrar melengenda dirumuskan, lalu Sipa-Mandar disahkan menjadi identitas, itu kemungkinan merujuk pada Sipa adalah kata sambung, (bersama-sama atau satu dalam lingkaran baik itu susah maupun bahagia). Sipa-Mandar boleh jadi bukan hanya sekedar citra bersama-sama mempertahankan Mandar baik itu wilayah maupun kekuasaan, namun pandangannya jauh lebih besar yakni bersama dalam lingkaran kebaikan. Jadi hakikat memala'bi'kan (memuliakan) sesama manusia berarti masuk dalam lingkaran Mala'bi', atau Sipa-Mala'bi' (saling memuliakan).

Mengukur tingkat sosial harus sama, dan tidak mesti diperdebatkan. Sebab laku keliru bisa saja juga bagian dari Mala'bi', tetapi kadar Amala'biannya (kemuliaan) tentu beda dengan kategori lurus. Biarlah pelakunya memandangi dirinya, sudah sejauh mana tingkat Amala'bian yang sudah ditanamkan. Saya kira semuanya dapat memahami, dan lebih saya kira bahwa tulisan ini salah dan benarnya itu juga tergantung pada kondisi, jenis, atau konteksnya.

Harapan pencetus Mala'bi' tujuan fokusnya berada pada pandangan halus, bagaimana kemudian Sulawesi Barat terbentuk dari gerakan lurus, murni dan alami, menaruh perhatian penuh pada tatanan kehidupan atau pesan cinta pada sesama. Jadi kalimat ini mungkinkah hanya dipandang sebagai susunan kata tak tersusun? atau haruskah Loa Mala'bi' (ucapan mulia) berjalan dan berakhir pada perdebatan diambang batas waktu?, terlena dengan euforia meluruskan Mala'bi' dalam takaran kebaikan?, dan memakasakan Mandar dan Sulawesi Barat bermala'bi' atau berbaik-baik?. Sebelum menjawab lanjut dulu.

Terbentuknya provinsi Sulawesi Barat disebabkan oleh banyaknya orang-orang yang Mala'bi' atau yang tadinya tidak Mala'bi menjadi Mala'bi. Maksudnya, jika ditimbang, manakah yang paling banyak orang Mala'bi' sebelum Sulawesi Barat terbentuk dibanding sesudahnya?  Kemungkinan tidak ada komentar untuk ini, sebab bisa saja kita loaloa, atau sawuloa saja.

Jadi, mari menjawab pertanyaan-pertanyaan atau melakukan pernyataan dengan memperhatikan kekeliruan Loaloa dan Sawuloa, sebab dari awal saya sepakat jangan sampai tulisan ini juga sedang dalam proses loaloa atau sawuloa, yang membahas loa Mala'bi' justru terasing dari Mala'bi'. Tetapi perlu dipahami, jelas tulisan ini tidak sedang membahas Loa Mala'bi' dalam LOALIO.


Penulis: Sahabuddin Mahganna

Editor: Rustan


Read more
Selasa, 02 Juni 2020
Pancasila Terus Diuji Kesaktiannya


Pancasila Terus Diuji Kesaktiannya

"Jika kita tak bisa mengakhiri perbedaan, setidaknya bersama kita bisa membuat dunia lebih aman untuk hidup dalam keberagaman dan perbedaan" (John F. Kennedy).

Sebelum John F kennedy menyampaikan kalimat di atas, para founding father bangsa ini sudah melakukannya, mencari formula paling tepat untuk membawa bangsa ini pada kehidupan damai dalam kebhinnekaan dan keragaman pada bingakai slogan bhinneka tunggal ika.

Setiap tanggal 1 Juni kita akan mengenang sebuah peristiwa monumental saat bung Karno di hadapan BPUPKI menyampaikan pidato "Kelahiran Pancasila" sebagai tonggak bersejarah perjalanan bangsa dalam menemukan titik temu kebhinnekaan bangsa Indonesia.

Dalam sidang BPUPKI di tahun 1945 Bung Karno, Muhammad Hatta, Muhammad Yamin, Ki Bagoes Hadi Koesoema, AA Maramis  merumuskan kesepakatan bernegara sebagai jalan tengah untuk menjembatani perbedaan.

Pancasila Sebagai Pemersatu

Pancasila kemudian lahir sebagai dasar Negara dengan lima sila utama hasil dari kompromi keragaman yang mengakomodasi berbagai prinsip penting aneka paham dan ideologi. Tanpa menghilangkan perbedaan, Indonesia disatukan mulai dari Aceh hingga Papua dari ragam etnik, suku, agama dan bahasa dengan Pancasila sebagai simbol perekat. Inilah kontrak sosial yang disepakati berdasarkan prinsip kebhinnekaan dan kesatuan.

Pancasila merupakan gagasan Nilai yang digali dari karakter dan jati diri bangsa, diterjemahkan dari ajaran Agama dengan menjadikan Ketuhanan sebagai titik puncak dari segala tujuan kebaikan dan pengabdian.

Sutrisno memberi pandangan dan merumuskan Trilogi Pancasila, yakni tiga kesatuan fungsi pancasila, pandangan hidup, dasar negara dan idiologi Nasional.

Sebagai pandangan hidup Pancasila telah ada sebelum indonesia lahir menjelma sebagai apa yang disebut oleh Bung Karno dengan weltanschauung yakni butir-butir kebijaksanaan yang ada di dalam masyarakat Nusantara. Pancasila menjadi kualitas ruhani dan pandangan hidup jauh sebelum Indonesia merdeka.

Pancasila sebagai dasar Negara, Nilai-nilai Pancasila menjadi landasan kultural, rohani dan pemikiran dari pembangunan kenegaraan RI. Segenap produk hukum dan kebijakan negara bersumber dan bermuara dari pandangan hidup. Pancasila menjadi dasar konstitusional bagi pembukaan UUD 1945 dan menjiwai batang tubuh UUD RI.

Pancasila, Ideologi Nasional yang Wajib Dipatuhi

Pada level kebangsaan Pancasila menjadi ideologi nasional, artinya seorang warga negara harus tunduk pada dasar negara yang telah menjadi ideologi nasional. Pancasila menjadi ideologi nasional sebab seseorang tidak akan tunduk pada pancasila sebagai dasar negara jika ideologi nasionalnya adalah komunisme, atau seorang islamis tidak akan tunduk pada dasar negara jika ideologi politiknya merujuk pada Islamisme.

Kesatuan tiga fungsi Pancasila yakni pandangan hidup, dasar negara, dan ideologi nasional inilah yang selama ini menjadikan alasan mengapa pancasila kokoh sebagai pemersatu bangsa, baik dalam ranah kebudayaan, kenegaraan, maupun kebangsaan.

Di tengah upaya menyelami kembali Nilai-nilai Pancasila sebagai perekat kebhinnekaan, kini kita diperhadapkan dengan berbagai ujian. Ancaman kebhinnekaan terhampar didepan mata, mulai dari ancaman ideologi import yang kita sebut gerakan transnasional yang mencoba merubah ideologi negara sampai pada konflik suku rasa, agama dan keyakinan diantara anak bangsa.

Di samping itu, sikap ekstimisme yang menguat memberi ancaman serius terhadap tatanan hidup bersama, baik secara individu ataupun kelompok, mereka memperlihatkan sikap antipati terhadap keragaman dan tak bisa menerima kehidupan yang berbeda, tak bisa berjalan berdampingan dengan semangat kebersamaan.

Sikap ekstrimis ini biasanya bermuara pada sebuah dogma keyakinan, menganggap diri paling benar dan yang lain salah, pada ideologi seperti ini terkadang sikap ekstrimis dianggap sebagai sebuah perilaku kesalehan yang diajarkan dalam agama dan bernilai pahala tinggi di sisi Tuhan.

Ekstrimisme juga kadang muncul dalam modus lain, baik secara indipdual maupun secara komunal, terkadang pula dikemas oleh sekolompok orang untuk menjadi tameng para politisi dalam memuluskan hasrat kekuasaannya, menyulut api rasisme, mengoyak tentnun kebangsaan dengan mengorbangkan semangat kebinnekaan.

Ekstrimisme adalah konsekuensi logis dari melelehnya rasa nasionalisme dan memudarnya nilai dan arti kebinnekaan dalam diri. Sikap ini terkadang mewarisi perilaku paling purba di semesta, yakni kekerasan atas nama agama dan keyakinan, sebuah sikap intoleran yang tercatat dalam sejarah telah merengguk banyak nyawa dan merusak peradaban.

Tidak hanya itu, ancaman terhadap nilai pancasila dalam lingkup birokrasi negara dapat kita lihat dengan masih tumbuh suburnya perilaku korupsi, ketidakadilan, serta pelanggaran terhadap hak konstitusional orang lain. Sikap ini merupakan bukti nyata betapa sebagian dari anak bangsa ini masih jauh dari nilai-nilai pancasila sebagai sebagai karakter hidupnya.

Di masa pandemi ini kondisi bangsa yang sedang mengalami banyak tekanan dan krisis, akibat wabah covid-19 semestinya bisa mengambil hikmah dan menjadikan hari lahirnya pancasila kali ini sebagai titik pijak untuk memulai kembali satu semangat bersama menumbuhkan rasa nasionalisme dan kebhinnekaan yang sempat memudar dengan menggali kembali semangat nilai-nilai Pancasila.

Nilai-nilai kulturual, ruhani dan religiusitas masyarakat indonesia yang sudah menjadi karakter kuat adalah modal terbesar untuk menumbuhkan kembali rasa persaudaraan, menumbuhkan solidaritas, gotong royong untuk berjalan bersama menyelesaikan berbagai persoalan yang sedang mengancam keutuhan NKRI.

Menguatkan titik pijak bersama bahwa kita adalah bangsa yang tangguh karena kebhinnekaan.

Selamat atas kelahiran Pancasila
01 Juni 1945 - 01 juni 2020.


Penulis: Subhan Saleh (Guru MA Nuhiyah Pambusuang)
Editor: Rustan

Read more
Pojok-pojok Keislaman


Pojok-pojok Keislaman

Semakin hari kita semakin diperhadapkan pada tantangan hidup yang semakin kompleks atas fakta keragaman yang semakin nampak ke permukaan, tantangan ini tidak hanya terkait dengan kesiapan berkompetisi secara sehat dalam ragam propesi akan tetapi juga dibutuhkan kesiapan hidup berdampingan dengan beragam identitas manusia yang berbeda secara budaya, suku, ras sampai perbedaan agama dan keyakinan.

Kita tidak dapat mengelak bahwa saat ini perkembangan dan kecanggihan tekhnologi komunikasi, transportasi dan informasi telah membuka akses yang seluas luasnya pada perjumpaan dengan beragam identitas manusia, sementara itu pada sisi yang lain kita juga diperhadapkan pada warisan teologi sektarian dari sekolompok orang yang merasa bahwa hanya kelompoknyalah yang mendapatkan petunjuk ilahi.

Ekslusivisme Menjauhkan Keragaman Sosial

Cukup ironi memang, sebab fakta keragaman sosial ini seringkali tidak berbanding lurus dengan cara kita menyikapinya, sebagian ummat masih cenderung eksklusif, menutup diri dengan orang lain sehingga cenderung arogan menganggap diri, kelompok, suku, agama dan keyakinannyalah yang paling benar dan berhak tumbuh, berkembang menguasai bumi.

Pada era kemajuan tekhnologi yang semakin pesat kita saksikan manusia semakin sulit hidup berdampingan, semakin sulit bernafas bersama di bawa langit yang sama.

Di samping itu penolakan terhadap keragaman banyak hadir dalam ruang dan bahasa keagamaan dimana tafsir terhadap ayat ayat yang seharusnya inklusif (terbuka) dibawa pada ruang eksklusivisme (tertutup/menutup diri).

Padahal Allah swt.  sudah menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam keragaman agar bisa saling kenal mengenal (litaarafu) (Q S. Al-Δ€ujurāt :13).

Apa yang dimaksud lita'arafu? Haidar Bagir memaknai lita'arafu dengan "agar kamu saling belajar kearifan". Syarat utama agar kita bisa menghargai keragaman adalah memehami orang lain, sementara dalam memahami butuh proses belajar.  Karena itu, setiap orang setidaknya mencoba saling belajar kearifan (kearifan lokal) satu sama lain dengan cara mengenali kebiasaan, budaya ataupun keagamaannya, sehingga terbangun sikap keterbukaan untuk menerima kelompok lain. Lita'arafu menjadi perantara untuk saling membantu.

Cukup memprihatinkan ketika cara pandang keberagamaan yang eksklusif yang biasanya terlihat dengan kaca mata Fikih, hitam putih, halal haram dan salah benar, ikut menyeret mereka yang mengaku penempuh jalan kesufian (pelaku sufisme) pada laju arus yang sama, yakni budaya saling menyalahkan.

Nilai-nilai Ketuhanan untuk Kemanusiaan

Spritualitas yang out put-nya semestinya adalah moral akhlak setelah menyerap ruh ilahiah kini bergeser pada budaya populer, budaya komoditas, gaya hidup konsumerisme, dan permainan citra menyeret jalan spritualitas pada gaya hidup semata bukan penguatan pada nilai ilahiyah untuk menjaga nilai nilai kemanusiaan, bahkan terjerembab pada budaya perebutan jama’ah semata.

Spritualitas tidak lagi menumpu pada upaya pendalaman, penyerapan nilai nilai ketuhanan untuk selanjutnya kita bumikan dalam ruang akhlakul karimah akan tetapi cenderung mentok pada ritual semata dan tak memunculkan tumbuhnya kepekaan sosial.

Tidak hanya itu spritualitas yang biasanya tampil dengan nilai-nilai kebaikan universal, kebaikan yang tak memandang merek, justru tersandra pada sikap eksklusifitas, terkungkung pada egoisme bahwa kebaikan hanya untuk kolompok atau yang seidentitas dengannya.

Tuhan pun hanya dipandang sebagai bahan komoditi untuk memuluskan keinginan duniawi, Tuhan akhirnya tak lagi bisa ditemukan di tempat lain kecuali pada bangunan yg kita sebut mesjid semata.

Nilai-nilai kebaikan Universal hanya lantang terdengar di mimbar-mimbar khotbah, disampaikan dengan penuh semangat mengajak pada cinta universal, cinta yang tampil dengan wajah dan kebaikan seperti matahari yang menyinari manusia tanpa pandang bulu.

Akan tetapi di tengah intesitas seruan itu kita justru mendapati fakta sosialnya bahwa cinta manusia tidak se-universal itu, manusia cenderung mengembangkan ekspresi cintanya pada orang lain yang punya kesamaan nilai, kedekatan identitas, bahkan kedekatan ciri-ciri fisik.

Kita pun tidak jarang menemukan manusia saling sikut berebut jabatan, dengan cara yang kotor dan saling menjatuhkan dibumbuhi dengan bahasa Agama, kesamaan suku, ras dan budaya. Manusia tidak lagi melihat pada kemampuan secara professional, akan tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh 
dorongan tekanan karna kedekatan identitas.

Kemanusiaan Sebelum Sikap Religius

Akhirnya, Agama yang semestinya melahirkan empati sosial, terhadap orang  yang hidupnya sedang kurang beruntung justru datang membunuh belas kasih terhadap sesama yang sedang menderita.

Teringat apa yang pernah dipesankan Gus Dur , "Tidak penting apa agama dan sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua manusia, maka orang tidak pernah tanya apa agamamu."

Kebaikan seperti inilah yang semestinya terus kita rawat dalam ruang kemajemukan yang semakin plural. Sebab agama tak pernah memandang dan membedakan derita kemanusian untuk kita pilih dalam membantunya.

Seperti kata Muslim Abdurrahman,  "Kemanusiaan itu satu, seperti juga lapar. Tidak ada lapar secara Islam. Tidak ada lapar secara Kristen.”

Dalam Hadist Qudsi Allah swt.  Berfirman,  "Carilah Aku ( ALLAH ) diantara orang orang yang hancur hatinya, bantulah mereka, ringankan deritanya".

Di manapun kita menemukan perut yang lapar di sanalah semestinya kita sebagai manusia hadir untuk memberi cinta, tak ada lagi sekat pemisah saya Islam, kamu kristen. Demikianlah sesungguhnya Agama cinta, kebaikannya universal tak memandang identitas yang melekat.

Seperti kata Imam Ja’far Shadiq,  “Hal al-din illa al-hubb?” (Apalagi agama itu kalau bukan cinta?) Sejalan dengan ini ialah sabda Nabi, "al-hubb asasi" (Cinta adalah asas(agama)ku).

Penulis: Subhan Saleh
Editor: Rustan

Read more
Minggu, 31 Mei 2020
no image


Ini Rahasia Kecantikan Perempuan Arab
foto: Jurnas.com

Keinginan untuk terlihat cantik adalah naluri yang melekat pada diri setiap perempuan. Kecantikan merupakan anugerah Tuhan bagi mereka. Namun, ukuran kecantikan sesungguhnya sangatlah beraneka ragam. Setiap orang memiliki standar atau selera kecantikan masing-masing menurut subjektivitasnya.

Cantik sebenarnya adalah sesuatu yang sifatnya relatif. Ada yang senang dengan perempuan kurus, ada yang suka gemuk, ada yang terpesona dengan keindahan warna kulit, dan ada juga yang terpana dengan sikap santun serta kelembutannya. Perempuan yang kita anggap cantik belum tentu juga terlihat cantik menurut pandangan orang lain. Sehingga, kita bisa mengatakan tidak ada perempuan yang jelek, kerena semua tergantung selera. Walaupun begitu, kecantikan yang melekat pada seorang perempuan tetap saja membutuhkan perubahan bagi sebagian besar kaum perempuan sesuai dengan kebutuhan zaman dan lingkungan.

Kecantikan adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari perempuan yang menjadi daya tarik bagi kaum lelaki. Buktinya, perhatian paling besar kaum lelaki terhadap perempuan sering tertuju pada kecantikannya. Sehingga sesuatu yang wajar jika ada ungkapan mengatakan "seni paling indah adalah (kecantikan) perempuan". Karena inilah, tak jarang bagi perempuan rela merogoh koceknya demi mendapatkan dan merawat kecantikan wajahnya.

Di zaman sekarang terapi dan perawatan kecantikan setiap hari semakin marak. Bahkan tak sedikit diantara kaum perempuan tak segan melakukan operasi plastik dengan biaya selangit demi sebuah obsesi agar tetap terlihat makin cantik dan tentunya agar semakin percaya diri. Mereka melakukan itu seakan kecantikan adalah segalanya. 

Seiring pesatnya perkembangan zaman, ukuran kecantikan pun kini mulai berubah. Standar kecantikan hari ini lebih dipengaruhi oleh media, di samping kualitas make up yang digunakan. Betapa banyak perempuan modern sekarang sangat jauh dari wujud aslinya, karena seringnya menampilkan kecantikan hasil "editan" dari aplikasi untuk meraih standar kecantikan yang ditentukan oleh media dan penilaian para pelaku bisnis. 

Maka tak heran jika kecantikan perempuan sering dijadikan objek daya tarik untuk kepentingan bisnis. Sehingga, perlahan tapi pasti standar kecantikan yang ditentukan oleh media kemungkinan besar akan merusak mental dan gaya hidup perempuan.

Besarnya keinginan seorang perempuan untuk terlihat cantik membuatnya berfikir untuk melakukan berbagai cara agar terlihat semakin cantik dan mempesona. Kecantikan bagi perempuan adalah keharusan, ia bagaikan nafas, seperti oksigen yang harus mereka hirup untuk membuat jantung tetap berdenyut dan sel-sel tubuh tumbuh.

Tidak ada parameter khusus untuk menetapkan kriteria cantik, karena kecantikan tidak bisa diukur berdasarkan standarisasi yang ditetapkan oleh kalangan tertentu. Masing-masing orang memiliki konsep individual dalam memaknai sebuah kecantikan. Kaum perempuan semestinya menyadari bahwa kecantikan yang murni terpancar pada jiwanya.

Agama menganjurkan untuk memadukan keindahan fisik dan jiwa. Selain memperhatikan keindahan fisik, perempuan juga harus memperhatikan keindahan jiwa agar kecantikannya tidak hanya bersumber dari luar, tetapi juga memancar dari dalam yang biasa kita sebut dengan 'inner beauty' (kecantikan dari dalam). Kecanttikan ini mampu menawan hati setiap orang. 

Sebenarnya, ada tips kecantikan yang ringan dan gratis menurut para ahli, yaitu membiasakan senyum manis dan tulus. Senyum tidak bisa dianggap remeh, sebab senyum dapat menjaga kecantikan dan keanggunan perempuan. Bahkan senyum dapat mencegah penuaan dini.

Seperti diketahui dibutuhkan lebih sedikit otot wajah untuk membuat seseorang tersenyum dibanding cemberut. Beberapa ahli menyatakan dibutuhkan 43 otot untuk cemberut dan hanya 17 otot untuk tersenyum. Namun beberapa lainnya menyebutkan dibutuhkan 62 otot untuk cemberut dan hanya 26 otot untuk tersenyum.

Senyum juga akan menjadi tanda atau isyarat bahwa mental kita masih sehat dan kuat menghadapi masalah. Dengan membiasakan senyum tulus akan menjadikan pelakunya lebih optimis, percaya diri dan tentunya akan tetap mempesona. 

Jadi, cantiklah dengan senyuman, karena setiap senyum adalah ungkapan hati paling jujur yang langsung merasuk ke dalam hati dan lebih baik dari seribu kata mutiara.


Penulis: Hamzah, S.Pd.I
Editor: As'ad Sattari
Read more
Sabtu, 30 Mei 2020
INVESTASI AKHIRAT


Ingin Berinvestasi Untuk Akhirat? Lakukan 3 Hal Ini
KabarMakkah.Com


Saya teringat kisah seorang pengajar di lembaga kursus bahasa Inggris di Jawa. Beliau pernah ditanya perihal mengapa dia rela menghabiskan waktunya menjalani profesi sebagai pengajar kursus yang dianggap tidak memliki masa depan yang cerah. Padahal, bisa saja beliau menjadi orang hebat dan mendapatkan materi melimpah dengan keahliannya yang mumpuni di bidang bahasa. 

Namun, jawaban beliau pada saat itu sangat sederhana tapi penuh makna, yakni: ketahuilah, saya memang melaksanakan ibadah shalat, puasa, zakat dan beberapa kewajiban lain, tetapi saya tidak menjamin itu akan diterima dan disambut baik oleh Tuhan. Jika itu diterima, bukankah itu adalah kewajiban yang memang harus ditunaikan? Lalu apa yang akan saya jadikan sebagai bekal dalam perjalanan menuju kampung halaman (akhirat)? Persediaan apa yang akan saya siapkan untuk mengisi timbangan amal? Saya berharap mudah-mudahan dengan usaha kecil ini, yakni mengajar orang lain, bisa menjadi alasan dan sebab bagi Tuhan menyambut saya dengan kemuliaan ketika menghadap pada-Nya". 

Keikhlasan beliau dalam berbagi ilmu kepada orang lain memang terbukti membuahkan hasil. Hingga kini tdak sedikit pelajar, baik tingkat SMA, mahasiswa maupun masyarakat umum berhasil menguasai bahasa asing lewat usaha dan pengabdian beliau. 

Kita bisa belajar dari pengalaman di atas. Saat kita diberikan kesempatan untuk melakukan kebaikan walau terlihat sederhana, maka kita harus tetap bergegas untuk melakukannya. Melakukan dengan penuh ketulusan dan pengharapan keberkahan kepada Tuhan.

Mungkin sebagian masyarakat kita masih ada yang menganggap bahwa kebaikan-kebaikan “kecil” itu tidak akan berpengaruh besar. Mereka berpikir bahwa perubahan besar harus dengan usaha yang besar. Tetapi, hal-hal yang besar harus diawali dari sesuatu yang kecil sehingga lama-kelamaan yang kecil itu akan menjadi besar. Seperti kata pepatah "sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit". 

Banyak cara menjadi orang besar tanpa harus terkenal dan dikenal. Di antaranya dengan melakukan kebaikan kecil untuk orang-orang lain dan tidak berharap dilihat atau dinilai orang lain. Lupakan jasa dan kebaikan diri, biarkan Tuhan sendiri yang memberi nilai sempurna!

Meskipun terkadang ada hal yang membuat kita kecewa dan akan selalu ada orang yang tak senang dengan apa yang kita lakukan, tetapi jika kita berusaha melihat sisi baiknya, maka kekecewaan itu bisa berubah menjadi rasa syukur. 

Harus disadari bahwa seribu kebaikan yang telah kita lakukan tidak menjamin orang lain bisa menutup mata melihat satu kesalahan kecil yang kita lakukan. Sebagaimana halnya jika selembar kertas putih, kemudian kita berikan satu titik hitam di tengahnya maka sebagian besar orang akan fokus melihat pada titik hitam itu. Orang-orang tidak memperdulikan bahwa sebenarnya banyak bagian putih pada kertas itu.

Di luar sana tak jarang kita menyaksikan beberapa orang yang melakukan kebaikan hanya untuk mendapat penilaian dari manusia, sehingga ketika yang diharapkan tak sesuai dengan yang direncanakan, maka biasanya ia akan kecewa dan merasa menyesal telah melakukan kebaikan.

Untuk itulah kita jangan pernah meremehkan kebaikan walau sekecil apapun. Barangkali kita masuk surga bukan karena amal kewajiban yang sudah kita kerjakan dengan rutin, melainkan kebaikan kecil yang dilakukan penuh keikhlasan. Meremehkan kebaikan-kebaikan kecil adalah kekeliruan yang nyata dan termasuk bentuk lain dari kesombongan yang terselubung.

Sudah banyak peristiwa sejarah yang bercerita bahwa kebaikan-kebaikan kecil akan mendatangkan kebaikan hidup yang besar. Jika kita hendak merenung, sejatinya alam raya ini menyimpan banyak petunjuk menuju jalan kemuliaan.

Banyak hal yang telah dikirim oleh Tuhan dalam ruang hidup kita masing-masing untuk digunakan sebagai tangga menujuk puncak kemuliaan di antaranya kebaikan kecil. Kesempatan merawat orang tua, peduli keluarga yang membutuhkan bantuan, menuntun orang menyebrangi jalan, bahkan membantu semut agar tidak terinjak pun termasuk jalan kebaikan yang dapat memuliakan pelakunya. an masih banyak lagi bentuk kebaikan kecil yang patut kita kerjakan.

Semua kebaikan sederhana di atas bisa menjadi investasi nanti diakhirat asal kita melakukannya dengan ikhlas. Tidak perlu menunggu waktu yang pas atau menunggu hebat terlebih dahulu untuk melakukan kebaikan.

Di akhirat nanti yang akan dipertanggung jawabkan bukan berapa jumlah buku atau kitab yang telah kita kaji, bukan seberapa sering kita berdiskusi dan berdebat tentang agama, bukan seberapa indah dan berwibawa pakaian yang kita pakai, bukan pula seberapa kuat kita memegang ideologi atau madzhab yang kita pilih, tetapi yang akan ditanya adalah tentang amal baik dan buruk kita.

Melihat komplitnya persoalan yang dihadapi manusia hari ini, kita bisa membayangkan betapa repotnya nanti urusan di akhirat terkait pertanggungjawaban di hadapan Tuhan atas kehidupan yang kita jalani.

Berhati-hatilah terlalu asyik bersantai menghabiskan waktu bergembira. Luangkan waktu merenungi keadaan di akhirat nanti karena suatu saat nanti kita akan mempertanggungjawabkan semuanya. 

Akan datang saat-saat yang menakutkan bernama kematian. Ia datang secara tiba-tiba. Kita hanya menunggu antrian untuk dipanggil. Ingatlah kuburan adalah tempat yang sangat menakutkan. Jangan sampai kita lebih sibuk dan fokus mengurusi persoalan bungkusan luar dan berkutat pada wacana keagamaan, sehingga lupa dengan substansi beragama, yaitu memperbanyak amal untuk investasi di akhirat nanti.

Penulis: Hamzah, S.Pd.I
Editor: As'ad Sattari
Read more
Kamis, 28 Mei 2020
no image

Aib dan Kita | Intersisi News
foto: intersisinews.com

Aksi saling menjatuhkan di medsos kian hari semakin memprihatinkan. Seolah menjadi trend baru yang diminati banyak orang, tua-muda, kaum intelektual-awam bahkan agamawan hingga preman. 
Waktu habis terkuras merawat kebencian, mencari aib dan kesalahan yang berbeda agama, aliran, kelompok, madzhab, organisasi, suku, ras dan budaya bahkan makanan. Hampir tak ada lagi waktu mengurus aib dan kesalahan sendiri. 

Sikap sebagian orang dalam bermedia sosial kini semakin jauh dari kata beradab. Apalagi ketika melihat aib dan kekeliruan orang lain, ia langsung bersemangat untuk meghujat dan membullynya habis-habisan tanpa ada sedikit pun niat klarifikasi terlebih dulu. Perilaku tak terpuji tersebut seakan memberikan gambaran bahwa tak ada lagi ruang dan kesempatan untuk saling memperbaiki dan mengingatkan dengan cara bijak. Semua dipermalukan tanpa ampun.

Ironisnya justru kalangan yang mengaku terpelajar pun terkadang  begitu bersemangat ikut-ikutan menyebarluaskan aib orang lain meskipun dia tidak sadar bahwa sesungguhnya dia sedang menikam diri sendiri. Mungkin dia lupa bahwa seorang pencuri sandal akan bertambah menjadi dua pelakunya ketika kita jiga ikut  melampiaskan kekesalan dengan mencuri sandal orang lain. 

Dalam kehidupan sehari-hari kita juga sering menemukan ketidakadilan bersikap, misalnya kita begitu toleran saat melakukan kesalahan, tetapi kalau yang melakukan kesalahan tersebut adalah orang lain, maka semua kosakata sampah keluar dari mulut. Dan saat tiba gilirannya untuk dinasehati atau dikritik, justru kita bersikap menentang dan dengan gaya sombong berusaha mencari pembenaran.

Seringnya kita merasa benar sendiri dengan pendapat masing-masing yang merupakan nama lain dari sifat egois masih menjadi penyakit hati yang tak kunjung sembuh. Yang lebih mengherankan penyakit ini banyak menjangkiti orang-orang yang katanya berpendidikan dan berintelektual.

Memang sesak rasanya saat diri dinasehati oleh orang lain, apalagi kalau levelnya lebih rendah dibanding kita (menurut perasaan), karena pada dasarnya tak ada orang yang ingin disalahkan. Maka sebelum mencubit, cubitlah diri sendiri lebih dulu biar kita tahu rasa sakit sebuah cubitan.

Patut juga direnungkan bahwa orang yang sibuk memperhatikan aib orang lain karena kurang kerjaan menyebabkan dia tidak pernah mempunyai waktu untuk mengetahui aibnya sendiri.

Ada sebuah nasehat dari seorang bijak yang bisa kita praktekkan: "Jika engkau tak sengaja mendengar orang lain kentut di sampingmu dan dia curiga kalau engkau mendengarnya, maka berpura-puralah menjadi tuli di depannya. Agar kehormatannya tetap terjaga dan air mukanya tidak dipertaruhkan demi menanggung malu".

Kita mesti menyadari bahwa seseorang dipandang baik karena Tuhan masih berkenan menutupi aib dan segala kebusukan perbuatan kita di hadapan makhluk. Karena itu, latihlah diri mengatakan "pendapatku benar tapi mungkin juga ada salahnya dan pendapat orang lain salah tapi mungkin juga ada benarnya". Semoga dengan demikian kita mampu lebih pandai merasa, bukan merasa pandai sendiri.

Agama mengajarkan kita agar tidak terlalu jumawa memasang harga diri, karena semua orang punya aib. Sebaliknya, jangan pula terlalu bernafsu merendahkan orang lain, sebab semua orang punya harga diri dan kesempatan untuk berbuat baik. Bahkan fir'aun pun yang pernah mendaulat diri sebagai tuhan masih diberi kesempatan oleh Tuhan untuk bertobat.

Ketahuilah, seseorang yang mampu mencari dan menemukan kesalahan orang lain itu jumlahnya banyak sekali. Namun orang yang mampu memperbaiki dan berbuat sesuatu untuk menutupinya amatlah jarang. 

Begitulah kondisi kita dewasa ini dalam berinteraksi di dunia maya. Teramat banyak yang mahir mengkritisi dan mencela, tapi tak satu pun yang datang dengan nasehat dan solusi. 

Kejahatan dan pelaku kejahatan memang patut dibenci dan dijauhi, tetapi haruskah kita ikut-ikutan berbuat hal konyol dalam membenci pelakunya? 

Kita mesti hati-hati jangan terlalu semangat menggoreng kesalahan seseorang, karena, sekali lagi kita semua juga memiliki segudang aib dan kesalahan. Sebab kita pasti tidak terima jika suatu saat nanti kita diperlakukan sama bahkan lebih parah dari yang pernah kita lakukan.

Seyogyanya bagi siapapun harus berlaku wajar ketika membenci, karena setiap orang mempunyai rahasia pribadi yang tidak ingin diketahui oleh orang lain. Setiap orang tentu akan marah ketika mengetahui bahwa rahasia pribadinya dibeberkan kepada orang lain.

Imam Ali as. berkata: "jangan sibuk melempari rumah orang lain, jika rumahmu sendiri terbuat dari kaca.

Penulis: Hamzah, S.P.d.I
Editor: As'ad Sattari
Read more
no image

Suku Mandar - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Foto; Wikipedia

Topik tentang perempuan selalu menjadi bahasan menarik untuk dibicarakan. Terutama bagi kaum Adam. Telah menjadi kodrat bahwa kehidupan seorang lelaki akan terasa hampa tanpa kehadiran makhluk bernama perempuan. Betapa tidak, perempuan memang diciptakan untuk mendampingi lelaki. Semua lelaki normal pasti membutuhkan perempuan untuk menyalurkan cinta kasih yang mengalir dalam jiwanya. Demikian pula sebaliknya. 

Dikatakan, bahwa jika seorang lelaki tidak menemukan perempuan yang dia cintai, dia akan mencintai perempuan yang dia temukan. Hal ini menandakan bahwa kedamaian jiwa lelaki sangat bergantung pada sosok perempuan. Begitu pentingnya perempuan bagi lelaki, sejarah merekam peristiwa pengusiran manusia pertama di dalam surga adalah karena perempuan. Begitu pula pembunuhan pertama antara saudara kandung disebabkan karena perempuan, dan masih banyak lagi sederetan peristiwa besar yang terjadi sebab faktor perempuan. Sehinnga orang bertanya, ada apa dengan perempuan? 

Perubahan unik juga seringkali terjadi ketika perempuan memasuki kehidupan lelaki. Lelaki biasanya secara naluri menjadi seniman, penyair bahkan menjadi pahlawan walaupun kesiangan. Singkat kata, perempuan benar-benar mampu membuat hati dan pikiran lelaki yang keras seperti batu menjadi selembut kapas dan sedingin salju dengan segala pesona dan keindahannya. 

Manusia telah mempelajari dan mengkaji perempuan sudah ratusan tahun, tetapi hingga kini kita belum mengetahui secara utuh siapa dan apa sebenarnya yang diinginkan perempuan. Manusia terus berusaha menggali pengetahuan tentangnya, terutama kaum lelaki agar bisa memahami perempuan luar dalam, karena wanita ingin dimengerti, kata seorang penyanyi ".

Perempuan memiliki sifat penuh perasaan, ia peka terhadap banyak hal dan memliki segudang keindahan, sehingga ada yang mengatakan ; separuh keindahan dunia ada pada perempuan. Tersimpan banyak misteri di balik makhluk yang bernama perempuan, terlebih di dalam hatinya. Sekalipun kita berusaha menyelami kedalamannya seperti menyelami kedalaman samudera, kita tetap tidak akan mampu mengetahui rahasia yang tersimpan di dalam dirinya. 

Memahami perempuan bukanlah yang ia ucapkan, melainkan apa yang tak terucap. Perempuan termasuk rahasia Tuhan di bumi, ia merupakan anugerah bagi dunia, tanpanya dunia tak ada kehidupan. 

Hanya ada satu cara untuk mengintip ruang hati seorang perempuan, bila perlu masuk kedalamnya, yaitu melalui jendela ketulusan. Tetapi untuk mewujudkan harapan itu, seseorang butuh keberuntungan dan kesungguhan. Sehingga hanya sedikit orang yang berhasil memasukinya. 

Keunikan lain yang menyatu dalam diri perempuan adalah ia bisa menjadi madu dan menjadi racun dunia, terutama bagi lelaki. Dia akan menjadi madu dunia ketika ia mampu menjaga kehormatan dirinya dan menyadari betapa berharganya mereka bagi semesta, sebab boleh dikata perempuan yang mulia adalah wakil Tuhan di bumi.

Sebaliknya, perempuan bisa lebih mematikan daripada racun jika dia gagal menjaga kesucian dan kehormatan dirinya. Sebab, fitnah dan godaan perempuan sangat berpotensi meciptakan kerusakan yang maha dahsyat sepanjang waktu, bahkan melebihi senjata pemusnah massal.

Ada ungkapan mengatakan: "seorang anak yang rusak masih bisa menjadi baik asal ia pernah mendapatkan pengasuhan ibu yang baik. Sebaliknya, seorang ibu yang rusak akhlaknya, (dikhawatirkan) hanya akan melahirkan generasi yang rusak pula akhlaknya. Itulah mengapa yang dihancurkan pertama kali oleh pemuja nafsu duniawi adalah perempuan. 

Perempuan diciptakan Tuhan begitu unik dan spesial. Keistimewaan tersebut sangat jelas terlihat baik secara lahiriah maupun secara batin. Setiap perempuan lahir ke dunia dengan membawa rencana Tuhan dan dibekali sifat-sifat kelembutan dan kekuatan dalam jiwanya. Perempuan diibaratkan dengan kaca karena kehalusan dan rentannya mereka dengan perubahan, sebagaimana halnya kaca yang mudah pecah dan tidak bisa menerima kekerasan. 

Sebagaimana kita ketahui, perempuan dan lelaki memiliki kecenderungan yang berbeda. Lelaki lebih cenderung mengandalkan logika, sedangkan perempuan mengandalkan perasaan. Itulah mengapa perempuan mampu melunakkan hati dan pikiran lelaki ketika terjalin suatu hubungan antara keduanya. Perempuan bisa menaklukkan hati seorang lelaki hanya dengan sebuah senyuman, sedangkan lelaki butuh argumentasi hebat untuk meraih simpati seorang perempuan. 

Kekuatan seorang perempuan terletak pada kelembutan dan kehalusan sifatnya, ia lebih mampu bertahan menghadapi goncangan kehidupan dalam berbagai situasi, layaknya rumput yang lembut tidak mudah tumbang oleh badai dibandingkan dengan pohon yang besar dan keras. Bukti lain betapa kuatnya seorang perempuan menjalani sebuah peran dalam drama kehidupan adalah aktivitasnya sebagai pekerja rumah tangga, seperti; memasak, mencuci pakaian, termasuk mengasuh dan merawat anak. Hal tersebut merupakan aktivitas yang kompleks dan sangat melelahkan yang belum tentu mampu dilakukan seorang lelaki dalam waktu yang cukup lama. 

Jika dilihat dari segi ilmu pengetahuan menurut para pakar anatomi otak manusia, ada perbedaan mendasar antara jumlah sel otak perempuan dengan sel otak lelaki. Jumlah sel otak lelaki kurang lebih dua milyar, sedangkan sel otak perempuan lebih sedikit. Walaupun sel otak perempuan tidak sebanyak jumlah sel otak lelaki, kecerdasan tidak selalu dipengaruhi banyaknya sel otak, ada faktor lain yang mempengaruhi, misalnya lingkungan. Tampaknya perbedaan jumlah sel otak menjadi salah satu faktor mengapa perempuan lebih dominan menggunakan perasaan ketimbang logika, lebih tepatnya adalah sensitif. 

Dalam hal ketertarikan terhadap lawan jenis ternyata perilaku perempuan berbeda-beda karena berbagai faktor, termasuk diantaranya adalah tingkatan usia. Sebuah penelitian menunjukkan perempuan yang usianya masih muda lebih tertarik pada pria yang memiliki fisik yang sempurna yang dinilai sebagai bahan standar kebaikan atau ideal. Hal tersebut disebabkan usia remaja dominan mengandalkan pengamatan Indra. Berbeda dengan perempuan yang sudah berusia cukup dewasa, mereka lebih mempertimbangkan sifat dan perilaku yang bisa dirasakan oleh perasaan, tanpa peduli faktor fisik. 

Beberapa orang berpandangan bahwa perempuan juga memiliki jalan pikiran yang rumit, jauh berbeda dengan lelaki yang terkesan berfikir lebih sederhana. Begitu rumitnya jalan pikiran perempuan, ada yang sampai mengatakan bahwa kadang-kadang mereka sendiri tidak paham dengan jalan pikirannya. Kita bisa melihat tak jarang bagi perempuan menemui masalah bahkan sampai stress hanya karena persoalan sepele misalnya, masalah pakaian.

Meskipun di lemari bajunya penuh dengan pakaian, tetapi dia masih saja merasa bingung akan memakai baju apa ketika hendak pergi ke suatu acara. Bahkan merasa tidak memiliki pakain, kurang ini, kurang itu dan berbagai keluhan keluar dari mulutnya. Begitu pun dengan hal lainnya,  mulai dari makanan, pakaian dan urusan orang lain, segalanya dia pikirkan. Tak heran, konon perempuan bisa mengalami bad mood selama lima jam/minggu. 

Intinya, perempuan dengan segala keunikannya merupakan sebuah anugerah sekaligus misteri Ilahi yang sulit dipecahkan sebagaimana sulitnya memahami kitab suci.

Untuk itu setiap perempuan harus menyadari betapa istimewanya mereka di mata Tuhan agar dia benar-benar menjaga amanah dan kehormatan dirinya. Karena kehadirannya adalah sebuah anugerah terindah bagi semesta. 

(Diolah dari berbagai sumber).

Penulis: Hamzah, S.Pd.I
Editor: As'ad Sattari 
Read more