Open top menu
Sabtu, 02 Mei 2020




Gambar mungkin berisi: 23 orang, termasuk Ikhsan, orang tersenyum, orang berdiri
𝑴𝒆𝒏𝒆𝒍𝒂𝒂𝒉 𝑷𝒐𝒕𝒓𝒆𝒕 𝑷𝒆𝒏𝒅𝒊𝒅𝒊𝒌𝒂𝒏 𝒅𝒊 𝑷𝒓𝒐𝒗𝒊𝒏𝒔𝒊 𝑺𝒖𝒍𝒂𝒘𝒆𝒔𝒊 𝑩𝒂𝒓𝒂𝒕
Isu mengenai dunia pendidikan hampir ditemukan di setiap daerah. Mulai dari indeks membaca yang sangat rendah (PISA), hingga kesejahteraan antara tenaga pendidik yang berstatus ASN dan Non PNS yang begitu timpang. Dunia pendidikan di Sulawesi Barat tidaklah se 'wow' jargon “Malaqbi, Mammis atau Jago” yang selalu didengungkan
𝑹𝒖𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒆𝒍𝒂𝒔 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒍𝒂𝒔𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒂𝒏𝒂𝒉.
Aktivitas di dunia volunteering bersama rekan-rekan 1000 Guru Sulawesi-Barat dan Kelas Inspirasi memberi saya potret detail tentang kondisi pendidikan di wilayah terpencil. Seperti Sekolah Dasar Kecil di Tobanga, Kalukku, Kabupaten Mamuju. Setelah menempuh perjalanan jauh, kami disuguhkan dengan pemandangan tiang bendera dari bambu dan bendera merah putih yang lusuh. Ruang kelas juga tak kalah memprihatinkan. Tidak ada tegel seperti yang ditemukan di sekolah perkotaan. Bahkan, pembatas antar satu kelas dengan kelas yang lain hanya papan setinggi hampir 2 meter saja.
Kondisi serupa juga ditemukan di SD Ulumambi, Mamasa. Ruang kelas sangat jauh dari kata layak serta akses bacaan yang juga sangat kurang. Padahal, anak-anak ini begitu antusias untuk bersekolah. Cita-cita mereka pun tak kalah tinggi dengan anak-anak perkotaan.
Lepas dari letak geografis yang menyulitkan, saya pikir setiap sekolah dan anak sejatinya memiliki kesempatan yang sama untuk mendapat pendidikan yang layak, sebagaimana amanah undang-undang yang menyebutkan bahwa negara wajib memberikan pendidikan yang berkeadilan bagi setiap warganya.
𝑮𝒖𝒓𝒖 𝒉𝒐𝒏𝒐𝒓𝒆𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 “𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒃𝒅𝒊 𝒕𝒂𝒏𝒑𝒂 𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂 𝒋𝒂𝒔𝒂”
Permasalahan lain yang tak kunjung usai yakni kesejahteraan tenaga pendidik berstatus non PNS. Dengan dasar penggajian merujuk pada jam pelajaran, ditambah dengan gaji yang dibayarkan sekali tiga bulan, sepertinya mereka mengalami ‘eksploitasi’ dalam dunia pendidikan. Sulit untuk mencari pembenaran dalam kondisi ini ketika guru honorer tersebut memilki beban yang serupa dengan PNS, tapi gaji mereka bahkan tidak mencapai setengah dari gaji bulanan guru PNS. Saya bahkan sempat memprovokasi beberapa teman untuk 'stop' sebagai guru honorer, jika musim paceklik datang lagi.
𝑫𝒖𝒏𝒊𝒂 𝒌𝒂𝒎𝒑𝒖𝒔?
Sikap optimis layak dibangun dari progress pembangunan sekolah tinggi, sekalipun masih jauh dari harapan. Dua PTN baru di Majene yakni STAIN dan Unsulbar membuka harapan bagi masyarakat untuk melihat putra daerah bersekolah di tempat sendiri. Akan tetapi, kualitas akademik nampaknya akan menjadi pekerjaan rumah semua kampus di Sulbar dan memerlukan waktu lama untuk dituntaskan. Tidak perlu saya urai satu persatu. Misalnya, jika saja skripsi mahasiswa dibuat dengan penuh integritas, maka tidak akan ada karya ilmiah yang ‘dikerjakan’ orang lain atau bebas dari unsur ‘plagiarisme’. Sebuah pelanggaran yang masuk kategori sangat berat oleh kampus-kampus luar negeri.
𝑯𝒂𝒓𝒊 𝒑𝒆𝒏𝒅𝒊𝒅𝒊𝒌𝒂𝒏? 𝑺𝒂𝒚𝒂 𝒉𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒊𝒏𝒈𝒊𝒏 𝒎𝒆𝒍𝒊𝒉𝒂𝒕 𝒅𝒂𝒆𝒓𝒂𝒉𝒌𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒖𝒋𝒖𝒌𝒌𝒂𝒏 𝒑𝒓𝒐𝒈𝒓𝒆𝒔𝒔. 𝑨𝒏𝒂𝒌-𝒂𝒏𝒂𝒌 𝒅𝒊 𝒅𝒆𝒔𝒂 𝒕𝒆𝒓𝒑𝒆𝒏𝒄𝒊𝒍 𝒎𝒆𝒏𝒅𝒂𝒑𝒂𝒕𝒌𝒂𝒏 𝒂𝒑𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒂𝒏𝒂𝒌-𝒂𝒏𝒂𝒌 𝒌𝒐𝒕𝒂 𝒅𝒂𝒑𝒂𝒕𝒌𝒂𝒏. 𝑲𝒆𝒔𝒆𝒏𝒋𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒂𝒏𝒕𝒂𝒓 𝒈𝒖𝒓𝒖, 𝒉𝒊𝒍𝒂𝒏𝒈, 𝒅𝒂𝒏 𝒅𝒖𝒏𝒊𝒂 𝒌𝒂𝒎𝒑𝒖𝒔 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒆𝒃𝒊𝒉 ‘𝒂𝒌𝒂𝒅𝒆𝒎𝒊𝒔’. 𝑻𝒆𝒏𝒕𝒖, 𝒊𝒏𝒊 𝒃𝒖𝒕𝒖𝒉 𝒌𝒆𝒓𝒋𝒂 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒔𝒆𝒎𝒖𝒂.
𝑺𝒆𝒍𝒂𝒎𝒂𝒕 𝒉𝒂𝒓𝒊 𝒑𝒆𝒏𝒅𝒊𝒅𝒊𝒌𝒂𝒏 𝒍𝒊𝒕𝒂' 𝒑𝒆𝒎𝒃𝒐𝒍𝒐𝒏𝒈𝒂𝒏, 𝒍𝒊𝒕𝒂 𝒎𝒆𝒓𝒊𝒐-𝒓𝒊𝒐.
𝑴𝒆𝒍𝒃𝒐𝒖𝒓𝒏𝒆, 2 𝑴𝒆𝒊 2020.

Penulis: Ikhsan, S.Pd (Guru SMPN 2 Balanipa/ Mahasiswa The University of Melbourne Australia)
Editor: As'ad Sattari
Tagged

0 komentar