Open top menu
Minggu, 03 Mei 2020


Mungkin kebanyakan guru tidak pernah ada yang menyangka, bahwa proses belajar-mengajar tatap muka dalam kelas akan ditiadakan seperti yang kita rasakan saat ini.
Ya, inilah kenyataannya, bahwa pandemi Covid 19lah yang mengharuskan proses belajar-mengajar di sekolah diganti dengan Teaching From Home (TFH), mengajar dari rumah. Jadi, jangan bilang ini libur panjang ya. Tanggung jawab guru mengajar dan kewajiban siswa belajar tetap berjalan seperti biasanya sesuai dengan kalender pendidikan, cuman, prosese belajar-mengajarnya dalam situasi yang berbeda.
Mau tidak mau, rela atau tidak rela, guru harus mengakrabkan dan membiasakan diri dengan alat teknologi, karena itulah satu-satunya cara yang harus dilakukan untuk melakukan pembelajaran dari rumah untuk siswa.
Dulu, jauh sebelum Covid-19 memaksa manusia untuk bekerja dari rumah, lembaga pendidikan seperti Ikatan Guru Indonesia (IGI) aktif menawarkan berbagai macam pelatihan metode pembelajaran berbasis teknologi dengan memanfaatkan fasilitas internet yang dimiliki, dan meskipun ditawarkan secara gratis dengan harapan banyak guru yang mau ikut, tapi nyatanya kebanyakan guru cuek dengan model pelatihan-pelatihan berbasis teknologi seperti itu.
Dan apa yang terjadi di situasi pandemi Covid-19 saat ini, model-model pembelajaran daring yang pernah ditawarkan itu sudah menjadi satu-satunya cara bagi guru untuk melakukan pembelajaran dari rumah. Mau tidak mau, jari-jari tua yang kurang akrab dengan tombol-tombol gadget ini harus terbiasa dengannya.
Teaching From Home (Mengajar dari Rumah)
Ini yang jadi masalah, sejak diberlakukannya Teaching From Home (TFH) bulan Maret lalu, tidak sedikit guru yang memang gagap teknologi kesulitan untuk melakukan pembelajaran dari rumah. Untung saja ada anak atau sanak keluarga di rumah yang bisa membantu atau mengarahkan membuatkan kelas daring online.
Mungkin karena kebiasaan pembelajaran metode klasik bertahun-tahun lamanya sehingga menyulitkan masuk dalam dunia digital, apa lagi memang dulu tidak berminat untuk ikut pelatihan-pelatihan metode pembelajaran berbasis teknologi. Ya dimaklumi juga, mereka guru alumni pra digitalisasi yang sudah menyatu dengan cara-cara klasik dan sudah nyaman dengan keadaannya sangat sulit untuk menerima hal-hal yang sifatnya baru, sehingga ketika peralihan dari metode klasik ke pembelajaran digital (digital learning), mereka shock.
Memang kebiasaan atau kesenangan terhadap sesuatu yang sudah sekian lama dilakukan akan sangat sulit rasanya untuk ditinggalkan, hati yang sudah terlanjur cinta dan sayang sama seseorang berat rasanya untuk berpisah dan berpaling (move on) ke hati yang lain.
Akhirnya, dengan pemahaman IT yang standar, dibuatlah kelas daring online belajar yang standar pula, messenger group simpel dan praktis, Tapi, tidak apa-apalah yang penting sudah berusaha.
Banyak yang memilih membuat messenger group sebagai grup belajar, tidak lain karena kekaburan untuk memanfaatkan smartphone yang dimiliki, padahal banyak media pembelajaran lain yang bisa dimanfaatkan yang lebih nyaman dan efektif dilakukan ketimbang messenger group, misalnya saja, pembelajaran lewat zoom meeting, webex meeting, dan lain-lain.
Media zoom meeting dan webex meeting ini cukup bagus dan efektif, karena bisa terlihat langsung dalam video. Situasinya seolah terbawa pada pembelajaran langsung dalam kelas. Guru dan siswa bisa saling bertatap muka, materi pembelajaran dijelaskan tanpa harus mengetik, komunikasi antara guru dan siswa bisa dilakukan kapan saja.
Keterbatasan Siswa
Dalam pembelajaran online, keikutsertaan siswa mengikuti pelajaran tidak sama dengan hari-hari normal biasanya. Dalam satu kelas yang jumlah rata-ratanya mulai dari 25 sampai 35 orang, paling banyak yang ikut belajar 5 orang sampai 15 orang, kadang dibawah 10 orang bahkan pernah juga 1 orang.
Ketidakikutsertaan siswa belajar bukan karena malas walaupun tidak dinapikan juga alasan tersebut, tapi karena alasan yang masuk akal seperti, tidak punya smartphone, tidak punya uang untuk membeli pulsa data dan tidak ada akses jaringan internet ke tempat tinggal siswa yang jauh dari perkotaan atau di pegunungan.
Ada juga anak yang kadang dipinjamin smartphone orangtuanya, tapi tidak sebebasnya, karena orangtuanya juga membutuhkannya untuk urusan pekerjaan atau mungkin karena takut ketahuan sms gelapnya terbaca oleh sang anak. Hehehe..... Faktor-faktor inilah yang bisa menghambat atau yang menjadi kelemahan pembelajaran daring.
Tidak ada masalah tanpa solusi, dari sekian persoalan yang dihadapi oleh siswa, pastinya ada hal yang bisa dilakukan untuk menjawab persoalan ini. Guru tentunya tidak akan tinggal diam dan tidak mau kebanyakan siswanya tidak ikut belajar. Dengan catatan, orangtua siswa harus peduli dengan kendala yang dihadapi anaknya.
Kalau persoalannya adalah anak tidak punya smartphone, maka orangtua bisalah meminjamkan smartphonennya kepada anaknya, toh orangtua juga bisa menggunakannya di waktu yang bersamaan. Ini demi masa depan anak lo, masa depan orangtua juga kelak di akhirat. Apa lagi kalau soal pulsa data yang tidak ada, kan bisa diusahakan orangtua.
Selamat Hari Pendidikan Nasional
#Lupa-nulis-kemarin
#gara-gara-bahas-ibadah-corona-bersama-kiyaimuda,mabrurinwan

Bala, 3 Mei 2020
Oleh: Rustan (Guru MTsN 1 Polman/Pengurus IGI Polman)
Tagged

1 komentar:

  1. Spicy Bone Salsa - Sweet Boneless Salsa - Titanium Art
    Spicy Bone Salsa - Sweet Boneless gaggia titanium Salsa - nano titanium babyliss pro Sweet Boneless Salsa. 4.2oz. This product is currently titanium bolt unavailable. titanium band ring 3 tablespoons (0.8 grams) · 2 tablespoons (0.8 grams) · 2 teaspoons (0.8 anodizing titanium grams)

    BalasHapus