Open top menu
Kamis, 02 April 2020





Keberadaan guru Bimbingan Konseling (BK) di sekolah masih banyak yang menilainya sebagai guru yang kerjaannya santai, ia tidak memiliki tugas seperti guru mata pelajaran pada umumnya.
Duduk santai di ruangan, sehari-harinya tidak pernah mengajar di kelas, ia hanya akan bertugas jika ada anak yang dilaporkan bermasalah.
Dalam penanganannya terhadap siswa bermasalah pun dianggap tidak berat, karena sang guru BK hanya memberi peringatan kepada siswa yang bermasalah, melayankan surat panggilan ke orang tua siswa. Kalau siswa tidak mengindahkan lalu akan diberi sanksi. Simpel, menurut pandangan orang.
Stigma miring seperti ini bisa saja muncul mungkin karena realita keadaan sekolah dimana keberadaan guru BK hanya terfokus pada pelanggaran yang dibuat oleh siswa di lingkungan sekolah tanpa peduli dengan kegiatan pengembangan diri siswa.
Stigma itu diperkuat lagi jika penanganan terhadap anak bermasalah, guru BK tidak mampu memberi bimbingan moril yang berpengaruh kepada perilaku anak yang buruk menjadi baik sehingga anak-anak yang bermasalah di sekolah tetap melanggar aturan dan hanya bisa diberikan hukuman (punishment) yang tidak memberi dampak positif bagi anak-anak bermasalah.
Ternyata, pandangan miring terhadap guru BK ini tidaklah benar sesuai dengan tugas dan fungsi guru BK di sekolah. Pada prinsipnya guru BK bukanlah guru yang sehari-harinya duduk santai di ruangannya, berdiam diri menunggu masalah siswa lalu memberi peringatan dan sanksi, lebih dari itu tugas guru BK sesungguhnya amatlah besar dan berat, tapi kalau memang ada guru BK yang cuek terhadap siswa, berarti imej miring itu benar adanya.
Satu guru BK melayani ratusan siswa. Bisa dibayangkan kalau sebuah sekolah memiliki siswa ratusan hingga ribuan, apa lagi kalau guru BK yang ada di sekolah itu hanya satu atau dua orang sungguh sangat berat tugasnya.
Tugasnya lebih berat daripada guru mata pelajaran atau wali kelas. Wali kelas menghendel satu kelas saja yang jumlah siswa dalam satu ruangan rata-rata 20 sampai 37, sedangkan Guru BK melayani seluruh siswa yang ada di sekolah, baik dalam hal tugas perkembangan siswa apa lagi terhadap siswa yang bermasalah.
Dalam penanganan kasus siswa, selain siswa yang dikonseling, orang tua siswa pun juga dilayani, dalam hal ini dilibatkan sebagai mitra sekolah untuk mendidik anak-anak bersama. Tentu pekerjaan ini bukanlah hal yang ringan.
Menghadapi orang tua siswa dengan karakter yang berbeda-beda butuh mental yang baik dan paling penting seorang guru BK harus mampu membangun komunikasi yang baik pula terhadap orang tua siswa. Sedikit saja kalau orang tua siswa merasa anaknya dirugikan pihak sekolah, maka yang kena batunya adalah guru BK karena dialah yang melakukan komunikasi terhadap orang tua siswa padahal itu adalah tanggung jawab sekolah secara kelembagaan formal.
Bahkan kunjungan ke rumah siswa dilakukan dengan mengajak wali kelasnya jika memang kunjungan itu perlu dilakukan, misalnya ada siswa yang beberapa hari tidak masuk sekolah tanpa keterangan yang pasti. Pada akhirnya cara seperti ini akan memberi kesan baik kepada orang tua siswa karena merasa anaknya diperhatikan dan tentunya orang tua siswa akan lebih termotivasi dalam mendidik anaknya.
Guru BK tidak boleh diskriminatif kepada siswa. Ia hadir untuk seluruh siswa, tidak peduli kaya dan miskin, anak pejabat, tokoh, petani dan nelayan, semuanya diperlakukan dengan sama. Dalam Permendikbud nomor 111 tahun 2014 menjelaskan bahwa layanan BK di sekolah diperuntukkan bagi seluruh peserta didik dan tidak bersifat diskriminatif.
Tugas lainnya adalah, guru BK mampu mengoptimalkan tugas perkembangan siswa. Wajib memiliki softskill. Kalau hanya mampu memberikan hukuman (punishment) itu sih gampang, ia harus memiliki keahlian dalam hal pendekatan kepada siswa, ia harus paham kondisi kekinian anak milenial.
Kelembutan dan sifat mengasihi adalah karakter yang harus dimiliki oleh seorang guru BK, domain ego dan amarah harus terabaikan untuk pembinaan moral siswa yang lebih baik.
Selain itu, guru BK juga harus paham kelebihan dan kebutuhan siswa. Setiap anak memiliki bakat dan minatnya sendiri, ia tidak boleh dipaksakan untuk mahir dalam mata pelajaran matematika kalau ia lebih menyenangi berolahraga. Tetapi tidak juga dibiarkan mengabaikan mata pelajaran yang tidak diminatinya.
Karakter dan latar belakang anak sangat penting untuk dipahami untuk kenyamanan anak berada di sekolah. Guru BK adalah teman ngobrol anak, tempat berbagi, ia diharapkan mampu mengetuk kesadaran (consciousness) anak terhadap pembiasaan baik yang dilakukan di sekolah. Karena tanpa kesadaran itu pembiasaan yang terus berulang-ulang dilakukan hanya akan melahirkan keterpaksaan.
Semangat dan kepercayaan diri anak juga menjadi titik fokus yang penting disentuh oleh guru BK terutama pada saat anak menghadapi situasi-situasi sulit di sekolah.

Bala, 15 Maret 2020
Penulis, 
Rustan, S.Pd.I (Guru MTsN Tinambung)
Tagged

0 komentar